top of page

Dinamika Keteguhan Sikap dan Mentalitas tatkala Memulai sebuah Startup Digital

  • Vienticentia Imanuwelita
  • Nov 27, 2016
  • 3 min read

Siapa dari antara kita yang tak pernah gagal? Siapa dari kita yang selalu bangkit setalah mengalami kegagalan? Berapa dari kita yang memetakan faktor-faktor penyebab kegagalan menjadi intisari bahan pembelajaran yang solutif? Saya percaya, semakin jauh pertanyaan-pertanyaan tersebut diajukan, semakin sedikit pula kuantitas pribadi yang lantang menjawab “Ya, itu Saya”. Dalam presentasi sesi pertama yang mengambil topik Embracing Failures as Founders oleh Mas Jaka Wiradisurya seorang co-founder RUMA, banyak hal motivatif yang dikemukakan sepanjang jalannya presentasi. Inti dari diskusi yang Saya tangkap adalah kita harus mengetahui alasan real yang melatarbelakangi usaha dalam membangun startup. Tentu saja, dalam perjalanan kita akan menemui banyak rintangan dan bahkan kegagalan. Namun, saat kegagalan terjadi, kita diharapkan meluangkan waktu untuk mundur satu langkah, perbaiki, kemudian dapatkan pembelajaran. Perlu kita ketahui, bahwa masyarakat tidak membeli apa yang kita buat namun kenapa kita membuatnya. Oleh karena itu, tularkan semangat yang melatarbelakangi perjuangan kita terhadap masyarakat. Selanjutnya, temukan tujuan yang ingin kita capai dari startup tersebut sebagai navigasi langkah selanjutnya yang tentu saja menitiberatkan pada landasan pemikiran yang tepat, yakni memberdayakan serta memajukan masyarakat. Berkenaan dengan hal tersebut, kita dituntut untuk menganalisis pertanyaan what you should focus on?” dan who is your customer?”.


Setelah berhasil merangkul kegagalan sebagai bagian dari pembelajaran, saatnya berpikir seperti seorang founder. Ya, dalam sesi diskusi yang kedua, kami diajak untuk menerapkan pola pikir seorang pendiri usaha yang profesional. Pendiri startup membutuhkan kolaborasi dan tidak jarang dalam sebuah kolaborasi ditemukan perdebatan alot antara sesama pendiri, maupun antara pendiri dengan investor. Hal yang melatarbelakangi kejadian tersebut tidak lain adalah seseorang cenderung untuk memilih mempertahankan ego dalam jajak pendapat, sehingga masukan berharga yang diberikan lingkungan sekitarnya justru diabaikan begitu saja. Hal ini perlu diatasi dengan sifat "open minded" yang dipertahankan oleh seorang pendiri startup, selain itu kita juga diharapkan untuk bertindak bijaksana dalam menentukan arah kolaborasi dengan rekan bisnis, investor maupun pelanggan (well collaboration). Sifat terakhir yang perlu ada dalam diri kita adalah tough, yakni berdaya juang tinggi, tekun dan pantang menyerah.


Selanjutnya, pada sesi ketiga Bapak Danton Prabawanto seorang CEO BEON diundang sebagai pembicara yang membawa fokus ke topik "Enterpeneur Mindset". Pertanyaan pembuka Beliau yang amat menarik adalah "Enterpreneur dengan jiwa profesional atau Profesional dengan jiwa enterpreneur?". Pertanyaan tersebut berusaha mengarahkan kita untuk menjadi enterpreneur dengan tindakan layaknya seorang profesional, karena bisnis bukan menganai produk tetapi mengenai manusia yang menjalankannya. Oleh karena itu, manusia ini dituntut untuk berinvestasi dengan cermat, bukan hanya dalam hal dana, namun juga waktu, tenaga dan networking. Satu pesan beliau yang tak kalah menarik adalah "Daripada menambal kekurangan, lebih baik memperkuat kelebihan". Pernyataan itu bukan mengarahkan kita untuk acuh tak acuh terhadap kekurangan kita karena bagaimanapun kekurangan tersebut tetap perlu diperbaiki. Namun, investasikan lebih banyak waktu untuk memperkuat kelebihan kita akan menjadi pilihan yang lebih bijaksana, bukan?


Bicara soal inovasi terkadang bukanlah mengenai sesuatu yang benar-benar baru dan amat canggih, inovasi bisa saja berasal dari pemikiran sederhana namun memotori perubahan yang besar dan solutif. Di sisi lain, inovasi tersebut wajib diupayakan dengan kolaborasi dan sharing ide, karena tanpanya seinovatif apapun ide itu tidak akan berkembang hingga ke masyarakat. Jadi, kita diharapkan untuk berdiskusi dengan orang-orang yang satu visi dengan kita dan memiliki etika yang baik. Hal tersebut merupakan intisari pembicaraan sesi keempat yang mengambil topik "Collaboration to Create Innovation" dengan mengundang empat pembicara hebat yang latar belakang pendidikan maupun usahanya dibidang teknologi digital berhasil menyatupadukan antusiasme audiens. Mereka adalah Fay Alun, Daniel Cahyadi, Daus Kurnia dan Vicky Arif.



 
 
 

Comments


Who's Behind The Blog
Recommanded Reading
Search By Tags
Follow "THIS JUST IN"
  • Facebook Basic Black
  • Twitter Basic Black
  • Black Google+ Icon

Also Featured In

Donate with PayPal
bottom of page